Kisah ini saya dapat saat ceramah singkat dibulan Ramadhan lalu. Kurang lebih begini redaksi ceritanya...
Alkisah, diceritakan seorang hamba Allah yang terkenal akan kebijaksanaannya, yaitu Luqman al-Hakim. Luqman dan anaknya akan bepergian jauh menuju suatu tempat, dibawa bersama mereka seekor keledai. Saat akan berangkat, Luqman menaiki keledai itu dan si anak yang menuntunnya. Mereka berjalan melintasi padang pasir. Selang beberapa lama, tibalah mereka di suatu Oase yang subur dan banyak musafir-musafir dan kafilah lain berisitirahat didekatnya. Saat hendak mendekati oase tersebut, Luqman dan anaknya mendengar bisik-bisik dari kerumunan orang-orang itu. "Lihat itu, ayah yang tidak tahu diri. Masa anaknya dibiarkan menuntun keledai sedangkan ia enak-enakan duduk diatasnya.". Luqman pun turun dan berbicara kepada anaknya. "Wahai anakku, kau dengar apa yang dikatakan orang-orang itu?" Anaknya menjawab "Iya ayah, aku mendengar mereka." Luqman pun berkata "Kalau begitu, naiklah ke atas keledai itu dan biarlah aku yang menuntunnya." Singkat cerita, mereka pun melanjutkan perjalananya.
Sampai tiba di oase yang kedua, seperti biasa oase itu ramai oleh para kafilah dan musafir. Lagi-lagi Luqman dan anaknya menedengar bisik-bisik diantara mereka. "Lihat itu, dasar anak tidak tahu diri. Ayahnya yang sudah tua renta malah disuruh menuntun keledai, sedang dia enak-enakan duduk diatasnya." Setelah mendengar itu, Luqman mengangguk kepada anaknya dan anaknya langsung turun dari keledai itu. Mereka berdua pun berjalan, menuntun keledai tersebut tanpa ada yang menaikinya. Mereka beranjak pergi, melanjutkan perjalanan yang masih cukup panjang. Sampai di oase ketiga, lagi-lagi mereka mendengar bisik-bisik diantara kafilah dan musafir yang sedang singgah disana. "Lihat itu. Mereka berdua seolah tidak berakal, ada keledai ko malah tidak dinaiki. Apa gunanya dibawa-bawa?" Lalu Luqman tersenyum kepada anaknya sembari berkata "Baiklah, kita naiki berdua saja."
Saat hendak mencapai tujuannya, mereka beristirahat disebuah perkampungan yang mereka lintasi. Ada beberapa orang yang sedang mengobrol sambil bercanda. Mereka melihat Luqman dan anaknya yang melintas, lalu mencibir "Lihat itu. Dasar manusia-manusia yang tidak punya hati. Keledai seperti itu malah dinaiki berdua, apa mereka tidak berfikir?"
Singkat cerita, Luqman dan anaknya sampai ditempat tujuan mereka. Lalu sang ayah, yang terkenal akan kebijaksanannya, berkata kepada sang anak. "Wahai anakku, sudahkah kau lihat tadi dalam perjalanan? Itulah yang akan kau dapatkan jika kau berusaha untuk terlihat baik dimata manusia. Kekecewaan, itulah yang kau akan dapatkan."
Yak, kurang lebih begitu ceritanya. Intinya sih ga perlu sama persis redaksinya (kecuali hadits), yang penting ibrah nya bisa diambil. Hehe. Inilah relativitas kehidupan duniawi, bahwa tidak akan pernah kita terlihat baik dimata setiap orang. Untuk menyenangkan dan menuruti orang lain? Sungguh tidak mungkin, karena apa yang dikatakan "baik" oleh manusia sejatinya merupakan sebuah pendapat. Berbeda jika kita berbicara tentang yang absolut. Yup, tentang Sang Maha Esa, Allah SWT. Tidak ada sesuatu yang relatif jika kita berbicara tentang-Nya. Ketika Dia bilang baik, maka itulah yang baik. Jika Dia bilang salah, maka itulah yang salah. Simpel ya? :D
Ketika kita menemukan keadaan dalam dilema sosial bermasyarakat mengenai baik atau buruknya suatu perkara, tidak perlu bingung. Ikutilah buku aturan yang ada (re:Al-Qur'an), toh semuanya udah ada disana. Ingatlah tentang Allah SWT, jika Dia bilang itu salah jangan pernah ragu bilang bahwa itu salah. Ingat sekali lagi, sebuah keabsolutan tidak membutuhkan perbandingan.
Simpelnya gini, kemarin saya dapet cerita dari temen tentang seseorang yang bertanya pada dosennya.
"Jika Tuhan Maha Kuat dan Maha Kuasa untuk menciptakan sesuatu, mungkinkah Tuhan bisa menciptakan batu yang terlalu berat untuk Dia angkat??"
Sekilas, tentu pertanyaan lucu. Dibaca lagi, agak mikir juga sih. Tapi jika ditelaah secara mendalam, logika dari pertanyaan ini salah. Berat adalah suatu hal yang relatif. Bola basket mungkin berat untuk anak TK, tapi bagi Shaquile O'Neal? Doi bahkan bisa memegangnya satu tangan saja. Belum lagi jika kita berbicara secara fisika, bahwa berat merupakan hasil kali massa dengan percepatan gravitasi. Berat batu kali di bumi itu ga sama dengan berat batu kali di bulan, cobain aja :D. Sebuah relativitas. Ketika kita berbicara sesuatu yang absolut, seperti kata "Maha", merupakan sebuah kesalahan jika kita menggunakan kosa kata relatif dalam dialog tersebut.
Ya mungkin agak ngawur, tapi itu sedikit cerita tentang pemikiran saya terhadap relativitas kehidupan ini. Semoga membantu, semoga semakin meyakini Keabsolutan Sang Maha Esa ^^
bismillah...
ReplyDeleteassalamualaikum wr.wb
mau sedikit ngasih tambahan.. hehehe..
sebagai umat Islam yang taat kepada Allah, Rasul, kita sebaiknya dalam menghadapi hidup ini tidak hanya berdasarkan pendapat orang. kita punya Al-Qur'an dan Al-Hadits yang merupakan sumber kebenaran dan petunjuk bagi umat Islam. jadi jangan ragu akan kebenaran Al-Qur'an karena isinya pun berasal dari Rabb yang telah membuat dan mengatur kehidupan ini, gk bakalan tersesat kalau emang udah berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Al-Hadits.
kalau pun hari gini masih mempertanyakan keberadaan Tuhan, apakah mereka tidak pernah berfikir? jangankan batu, Allah aja udah sanggup membuat alam semesta ini dengan sangat sempurnanya, bayangkan emang ada manusia yang bisa bikin Bumi, misalkan.?? jangankan bikin bumi nata kota aja belum bisa, masih banjir dimana-mana. Alam semesta ini pasti ada yang mengatur yang Maha Pencipta, Maha segalanya yang seharusnya kita taat kepadaNya, manusia itu terlalu kecil jadi jangan terlalu sombong. Baru bisa bikin sesuatu yang waw tapi sombongnya udah gk ketulungan.. hhmm *instropeksi diri... Astagfitullah...
berbicara keMaha Esa an Allah gk bakal ada habisnya...
Semuanya dari Allah, dan kembali kepada Allah juga (termasuk kita) :)
Gunakan waktu di dunia ini sebaik-baiknya untuk bekal nanti di akhirat.. "carilah duniamu untuk akhiratmu".. tetap Allah tujuannya..
segitu aja deh komennya.. :)
yang benar datangnya hanya dari Allah :)
wassalamualaikum wr.wb
Menurut gw itu bukan sebuah kesombongan, wajar jika dalam proses berfikir manusia menemukan ganjalan" seperti itu :D Gw rasa masuknya ranah filsafat ya :|
DeleteMakasih tambahannya ^^
maksudnya sombong itu ketika manusia udah bisa nemuin sesuatu pada akhirnya jadi lupa ama Tuhannya yang telah menciptakannya, atau lama-kelamaan menolak kebenaran keberadaan Allah..
ReplyDeletedan kalau diliat pertanyaannya pun, seolah-olah orang itu sombong nantangin Tuhannya..